Menimbang
|
:
|
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri keuangan tentang TAta
Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Hasil-hasil Kekayaan
Negara yang Dipisahkan; |
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha
Negara (Lembaran Negara RI Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran RI Nomor
2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran
Negara RI Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2904); |
|
|
2.
|
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara(PERTAMINA) (Lembaran Negara RI Tahun 1971 Nomor
76, Tambahan Lembaran RI Nomor 2971); |
|
|
3.
|
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara RI Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran RI Nomor 3587); |
|
|
4.
|
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran RI Nomor
3687); |
|
|
5.
|
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara RI Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran RI Nomor 3843); |
|
|
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan negara Bukan Pajak (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 57,
Tambahan Lembaran RI Nomor 3694); |
|
|
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Persero
(Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 15); |
|
|
8.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum)
(Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 16); |
MEMUTUSKAN :
|
|
|
|
Menetapkan
|
:
|
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI HASIL-HASIL
KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN.
|
|
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
a.
|
Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang ditempatkan
sebagai penyertaan modal pada suatu perusahaan.
|
|
|
b.
|
Deviden adalah bagian laba Pemerintah dari perusahaan perseroan atau
Perseroan Terbatas.
|
|
|
c.
|
Dana Pembangunan Semesta adalah bagian laba Pemerintah dari Perusahaan
Umum.
|
|
|
d.
|
Bagian Laba Pemerintah adalah bagian laba Pemerintah dari Pertamina.
|
|
|
e.
|
Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah adalah Bagian Laba Pemerintah
dari Bank Indonesia.
|
|
|
f.
|
Penjualan saham Pemerintah adalah penjualan seluruh atau sebagian saham
(termasuk hak opsi atas saham) milik negara pada perusahaan atau Perseroan
Terbatas.
|
|
|
g.
|
Bagian yang terutang adalah kewajiban pokok Deviden atau Dana Pembangunan
Semesta atau Bagian Laba Pemerintah atau Surplus Bank Indonesia Bagian
Pemerintah berikut denda bunga.
|
|
|
h.
|
Wajib Bayar adalah Badan Usaha Milik Negara, Pertamina, Bank Indonesia,
masing-masing berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham, atau Rapat Pembahasan
Bersama, atau Rapat Dewa Komisaris, atau Rapat Dewan Gubernur yang ditetapkan
mempunyai kewajiban untuk membayar Deviden atau Dana Pembangunan Semesta
atau Bagian Laba Pemerintah atau Surplus BAnk Indonesia Bagian Pemerintah.
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 2
Penerimaan Negara Bukan Pajak dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan terdiri dari :
a.
|
Deviden;
|
b.
|
Dana Pembangunan Semesta;
|
c.
|
Bagian Laba Pemerintah;
|
d.
|
Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah; dan
|
e.
|
Penjualan Saham Pemerintah. |
Pasal 3
(1)
|
Deviden, Dana Pembangunan Semesta, bagian laba Pemerintah, dan Surplus
Bank Indonesia Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 2 wajib setor
untuk untung rekening Bendahara Umum Negara (BUN) No.502.000000 di Bank
Indonesia.
|
(2)
|
Penyetoran Deviden, Dana Pembangunan Semesta, bagian laba Pemerintah,
dan Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat
(1)dilakukan paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran Deviden, Dana
Pembangunan Semesta, bagian laba Pemerintah, dan Surplus Bank Indonesia
Bagian Pemerintah. |
Pasal 4
(1)
|
Jatuh tempo pembayaran Deviden, Dana Pembangunan Semesta, bagian laba
Pemerintah, dan Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada Pasal 3 ayat (2) ditetapkan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan atas
nama Menteri Keuangan.
|
|
|
(2)
|
Dalam hal ketentuan jatuh tempo pembayaran Deviden, Dana Pembangunan
Semesta, bagian laba Pemerintah, dan Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah
, jatuh tempo pembayaran adalah 1 (satu) bulan setelah pengesahan neraca
dan laba/rugi yang ditetapkan oleh masing-masing :
|
|
|
|
a.
|
Rapat Umum Pemegang Saham untuk perusahaan perseroan atau Perseroan
Terbatas;
|
|
|
b.
|
Rapat Pembahasan Bersama untuk Perusahaan Umum;
|
|
|
c.
|
Rapat Dewan Komisaris untuk Pertamina; dan
|
|
|
d.
|
Rapat Dewan Gubernur untuk Bank Indonesia.
|
|
(3)
|
Wajib bayar dapat mengajukan permohonan penetapan jatuh tempo pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri Keuangan cq. Direktur
Jenderal Lembaga Keuangan.
|
|
|
(4)
|
Ketetapan tentang jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberlakukan
kepada Wajib Bayar yang tidak mengajukan penatapan jatuh tempo sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3).
|
|
|
Pasal 5
(1)
|
Permohonan penetapan sebagaimaan dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) diajukan
paling lambat 15 (lima belas) hari setelah tanggal pengesahan neraca dan
laba/rugi.
|
(2)
|
Jawaban atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
permohonan beserta data pendukung diterima secara lengkap.
|
(3)
|
Dalam hal jawaban tidak diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), permohonan dianggap dikabulkan.
|
Pasal 6
(1)
|
Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran atau keterlambatan penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Wajib
Bayar yang bersangkutan wajib melunasinya dan ditambah dengan sanksi berupa
denda bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dari jumlah bagian yang terutang tersebut, dan bagian
dari bulan dihitung 1 (satu) bulan
|
(2)
|
Dalam hal tersebut kelebihan penyetoran atau pembayaran yang terutang,
jumlah kelebihan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas
jumlah yang terutang periode berikutnya.
|
|
|
|
|
Pasal 7
Bukti setor atas penyetoran sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 dan penyetoran
denda bunga sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) keputusan ini, disampaikan
kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penyetoran.
Pasal 8
Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dari perusahaan perseroan atau Perseroan
Terbatas, risalah Rapat Pembahasan Bersama dari Perusahaan Umum, risalah
Rapat Dewan Komisaris dari Pertamina, risalah Rapat Dewan Gubernur dari
Bank Indonesia, serta laporan keuangan yang telah diaudit, wajib disampaikan
kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan selambat-lambatnya
1 (satu0 bulan setelah diterbitkan.
Pasal 9
Penyetoran hasil Penjualan Saham Pemerintah diatur tersendiri oleh
Menteri Keuangan.
Pasal 10
Dalam hal Wajib Bayar yang terbukti dengan sengaja tidak membayar, tidak
menyetor dan atau tidak melaporkan jumlah setoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 sehingga kerugian pada pendapatan
negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak 4 (empat) kali jumlah kewajiban yang terutang.
Pasal 11
Dalam hal diperlukan, pelaksanaan teknis keputusan ini ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
Pasal 12
Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 125/KMK.017/1998 tanggal 27 Februari 1998 dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 13
Keputusan ini mulai berlaku tahun buku 1999.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penenmpatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|